Marak Aksi Demonstrasi di Indonesia, AGRA Desak Pertanggungjawaban Pemerintah

Sep 3, 2025 - 14:04
 0
Marak Aksi Demonstrasi di Indonesia, AGRA Desak Pertanggungjawaban Pemerintah
Anggota AGRA saat ikut dalam aksi unjuk rasa di Jakarta. (Foto: Istimewa)

SATUJATIM, Jakarta – Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) melontarkan kritik terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

Organisasi ini menilai rezim baru melanjutkan kebijakan anti-rakyat dari periode sebelumnya dan bahkan semakin menampilkan wajah fasis. 

Dalam pernyataan resmi bertanggal 2 September 2025, Sekretaris Jenderal AGRA, Saiful Wathoni menegaskan, bahwa kondisi rakyat Indonesia saat ini berada dalam lingkaran krisis yang akut. 

“Pemerintah sibuk mengonsolidasikan kekuasaan politik dan ekonomi, sementara penderitaan rakyat dibiarkan menumpuk. Rakyat hanya dijadikan korban pajak, PHK, dan naiknya harga kebutuhan pokok,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima satujatim. 

AGRA juga menyoroti langkah pemerintah membentuk sovereign wealth fund bernama BPI Danantara yang mengelola aset BUMN. Menurut mereka, kebijakan itu malah bisa memperkuat monopoli kapital dan mengorbankan kepentingan publik. 

Selain itu, pemotongan anggaran publik berkedok efisiensi disebut justru bisa memangkas hak rakyat. Sementara gaji aparatur negara dinaikkan, fasilitas DPR ditambah, masyarakat dipaksa menanggung beban baru lewat pajak. AGRA, kata Saiful, menilai pemerintah telah melakukan manipulasi data ekonomi. 

“BPS menyebut pertumbuhan ekonomi 5,12 persen, tetapi kenyataan di lapangan rakyat semakin sulit bertahan hidup. Itu pencitraan palsu,” tegas. 

Lebih lanjut, gelombang aksi massa semakin meluas setelah tragedi yang menewaskan Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, dalam demonstrasi di Jakarta pada 28 Agustus 2025 lalu. AGRA menyebut peristiwa itu membuka kedok watak brutal aparat. 

“Kematian saudara Affan adalah bukti nyata kekerasan aparatur penegak hukum. Ia telah menjadi martir yang memicu kebangkitan rakyat di berbagai kota,” ujarnya. 

Sejak itu, protes merebak di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Solo, Makassar, Medan, hingga kota-kota kecil. Massa yang marah membakar fasilitas publik, bahkan menjarah rumah pejabat. 

AGRA juga  mencatat hingga 2 September 2025 terdapat 10 orang meninggal dunia, 1.241 orang ditangkap, dan sekitar 800 orang mengalami luka-luka serius. Mereka menyebut situasi di sejumlah kota besar menyerupai kondisi darurat militer, dengan aparat TNI-Polri melakukan sweeping, patroli, hingga penembakan terhadap massa aksi. 

“Rezim Prabowo-Gibran menjawab tuntutan rakyat bukan dengan solusi, tetapi dengan gas air mata, peluru karet, penangkapan, bahkan penculikan,” imbuhnya. 

Meski jatuh banyak korban, AGRA yakin perlawanan rakyat tidak akan padam. Mereka menilai penderitaan kaum buruh, tani, nelayan, pedagang kecil, mahasiswa, hingga intelektual hanya akan semakin menambah amarah publik. 

“Ketika aksi damai ribuan kali tidak digubris, rakyat tentu akan mencari jalannya sendiri. Jangan salahkan rakyat jika merebut haknya dengan kekuatan tangan mereka,” tegas AGRA. 

Dalam pernyataannya, AGRA menyampaikan sepuluh tuntutan utama kepada pemerintah, mulai dari penghentian tindasan fasis, pembebasan tahanan aksi, hingga reformasi Polri. 

Mereka juga mendesak agar RUU Perampasan Aset Koruptor segera disahkan, harga kebutuhan pokok diturunkan, upah buruh dinaikkan, pendidikan dan kesehatan digratiskan, serta reforma agraria sejati dilaksanakan. 

“Ini bukan sekadar tuntutan politik, tetapi kebutuhan dasar rakyat yang harus segera dipenuhi. Pemerintah harus bertanggung jawab,” tandasnya.

What's Your Reaction?

Like Like 3
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Marah Marah 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0