Peringatan Hari Tani 2025, AGRA Serukan Reforma Agraria Sejati
SATUJATIM.COM– Peringatan Hari Tani Nasional tahun 2025 dijadikan momentum bagi petani untuk kembali mengingat sejarah panjang perjuangan mereka sekaligus menyuarakan kondisi nyata yang masih dialami hingga hari ini.
Bambang, Ketua Serikat Tani Randurejo, menyebutkan bahwa peran petani tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa. Sejak era penjajahan Belanda dengan sistem tanam paksa, petani sudah jadi garda depan perlawanan.
“Petani itu bukan sekadar penggarap tanah, tapi bagian dari sejarah bangsa yang ikut melawan penjajahan. Sayangnya, sampai sekarang nasib petani masih jauh dari sejahtera,” ungkapnya Rabu, (24/9/2025).
Menurut Bambang, semangat Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 yang lahir dari amanat UUD 1945 sebenarnya jelas, tanah harusnya untuk rakyat. Namun, hingga kini pelaksanaannya mandek. Alih-alih menjalankan reforma agraria, pemerintah justru mengeluarkan berbagai kebijakan yang dianggap makin menekan petani.
Senada, Widayat, Ketua Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Grobogan, menyoroti peran negara lewat Perhutani yang dinilai masih jadi “tuan tanah besar”.
Ia mencontohkan berbagai program seperti PHBM, Perhutanan Sosial, hingga Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), yang menurutnya justru melanggengkan monopoli tanah.
“Program KHDPK itu hanya ilusi. Petani tetap harus bayar sewa tanah dengan kisaran Rp750 ribu sampai Rp1,5 juta per hektar tiap panen. Itu bukti kalau pemerintah tidak benar-benar berpihak pada petani,” tegasnya.
Ia juga mengkritisi Program Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dinilai hanya dalih untuk merampas tanah rakyat. Apalagi, pelaksanaannya melibatkan aparat keamanan dari TNI, Polri, hingga kejaksaan.
“Ini memperlihatkan watak rezim hari ini yang anti demokrasi. Petani berhadapan langsung dengan aparat,” tambahnya.
Di tengah situasi tersebut, AGRA mengusung slogan “Tidak Ada Demokrasi Tanpa Land Reform, Tidak Ada Kedaulatan Pangan Tanpa Tanah di Tangan Kaum Tani”. Bagi mereka, satu-satunya jalan keluar adalah memperkuat organisasi tani yang demokratis dan mendorong reforma agraria sejati.
“Petani butuh tanah, bukan janji. Kalau pemerintah tidak berpihak pada rakyat, maka rakyat harus bersatu untuk memperjuangkan haknya,” tandasnya
What's Your Reaction?
Like
0
Dislike
0
Love
0
Funny
0
Marah
0
Sad
0
Wow
0

